Berawal dari Semangat Meroket Menjadi Lentera Desa
“Perpustakaan Lentera benar-benar lahir sebagai cahaya bagi masyarakat sekitarnya. Semua tidak lepas dari upaya Pak Bambang mendobrak hegemoni kepentingan desa. Karena dia, tanpa ada yang peduli maka suatu rencana baik tidak akan berjalan.”
- Ana Nupitasari -
Kisah ini dimulai dari seorang pegiat literasi desa yang prihatin dengan minat baca masyarakat Indonesia yang terbilang sangat rendah. Ia dapat melihatnya dari persentase minat baca di seluruh dunia, yang meletakkan Indonesia di posisi terbawah. Menurutnya, permasalahan ini menjadi PR bagi para pegiat literasi untuk menumbuhkan daya juang serta penumbuhan minat bagi anak-anak agar tertarik dengan benda yang bernama “buku”. Dan atas alasan itulah ia memberanikan diri terjun dalam sebuah perjuangan, sebagaimana yang akan diceritakan berikut ini.
Namanya Bambang Dwi Putranto, biasa dipanggil Pak Bambang. Ia tinggal di Desa Buluagung, Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.
Gerakan ini bermula dari minat dan semangat Pak Bambang untuk membangun manusia yang berperadaban, cinta akan ilmu dan berwawasan. Ia memiliki rasa empati terhadap anak-anak di desa tersebut. Akhirnya Pak Bambang dan kawan-kawannya mendirikan komunitas pegiat literasi.
Kawan-kawan Pak Bambang berlatar belakang aktivis. Hal ini memudahkan dalam menjalin relasi maupun membangun sebuah komunitas. Lalu, salah satu teman Pak Bambang memulai inisiatif mengumpulkan dana (iuran) untuk pembelian buku-buku atau majalah. Sama belum terbersit untuk mengajukan permohonan bantuan sumbangan buku atau yang lain. Setelah dana terkumpul maka dibelikan buku.
Pak Bambang sangat paham bahwa bila ada pembaca, maka carikan bukunya. Demikian pula bila ada buku, maka carikan pembacanya. Sementara itu, beberapa buku sudah terkumpul, sehingga Pak Bambang memutuskan untuk membuat perencanaan agar ada anak-anak atau pengunjung lain yang mau datang dan datang.
Kegiatan yang dilakukan pertama kali oleh Pak Bambang adalah mengundang anak-anak untuk menonton film anak-anak. Kegiatan menonton film ini bertujuan untuk menarik perhatian anak-anak untuk mengunjungi buku-buku yang ada di komunitas. Buku-buku tersebut ditampung di balai desa. Kegiatan tersebut tidak berpindah tempat karena balai desa merupakan tempat berkumpul yang paling sentral bagi masyarakat.
Kegiatan menonton film ajeg dilakukan seminggu sekali yaitu pada hari Minggu. Meskipun sedikit terkendala karena kesibukan teman-teman komunitas, tetapi kegiatan ini tetap berjalan.
Semakin lama, Pak Bambang dan kawan-kawan pegiat literasi berinisiatif untuk mendirikan sebuah sanggar seni, seni tari. Kegiatan ini bertempat juga di balai desa. Kegiatan ini bertujuan untuk menarik hati anak-anak agar sering berkunjung ke perpustakaan. Anak-anak banyak yang mendaftar di sanggar dan merasa senang latihan tari. Mereka datang lagi ke balai desa untuk latihan serta mengunjungi ruang baca yang ada di balai desa. Dari perkembangan inilah semakin hari semakin bertambah pula anak-anak yang datang untuk berlatih sanggar tari dan juga membaca.
Kegiatan literasi dan sanggar seni ini belum mendapat legalitas dari Kepala Desa. Maka dari itu, karena kebetulan Pak Bambang mendapat amanah untuk menjadi Sekretaris Desa, hal ini memudahkan Pak Bambang untuk membuka sebuah perpustakaan desa. Dari sinilah lahir sebuah nama “Perpustakaan Lentera Desa”.
“Lentera” dapat diartikan sebagai sebuah cahaya. Satu-satunya cahaya yang memberikan keterangan bagi desa. Pak Bambang berharap, dengan adanya Perpustakaan Lentera Desa dapat menumbuhkan minat baca yang ada di desa tersebut dan membantu Indonesia dalam bidang literasi.
.................................
Kisah lengkap "Berawal dari Semangat Meroket Menjadi Lentera Desa" dapat anda baca di buku Membumikan Literasi.
Posting Komentar untuk "Berawal dari Semangat Meroket Menjadi Lentera Desa"