Mewujudkan Impian Sang Motivator Membangun Perpustakaan Desa
Penulis: Nelvia Roza
Ditulis dalam rangka mengikuti Lomba Menulis Kisah Inspiratif Perpustakaan Desa dengan tema Dari Desa Membangun Bangsa
TBM Insani tahun ini memasuki umur Tiga Tahun. Tertanggal 20 Oktober 2020 ini, dalam jangka tiga tahun berselang belum banyak yang dapat kami lakukan karena keterbatasan sarana dan prasarana yang kami miliki, kami belum memiliki gedung sendiri alias masih numpang di kantor BPD karena kebetulan ruangan berukuran 4x6 meter itu tidak terpakai oleh BPD sehingga kami manfaatkan saja untuk kegiatan TBM, hingga tiga tahun berselang kami masih di situ dengan prasarana seadanya. Buku yang kami miliki juga terbatas hanya sekitar 50 judul dan itupun bercampur dengan buku paket pelajaran yang disumbangkan oleh anak-anak. Namun sampai saat ini kami masih bertahan demi meningkatkan SDM masyarakat dan anak-anak pada khususnya.
Karena pendampingan yang selalu diberikan kepada kami sebagai pengelola, sosok inspiratif dan motivator yang sangat berjasa kepada TBM Insani, atas bimbingan dan saran yang selalu beliau berikan tiada henti. Beliau adalah seorang mantan istri Kepala Desa lima periode, yang banyak sudah mengecap manis dan asinnya perjalan sebuah organisani. Sosok inilah yang membuat kami kuat, tegar dan menepis segala kekurangan yang ada. Ibu Tutantri Sovia, beliau tidak muda lagi, namun jiwa dan gagasannya masih jitu untuk kemajuan TBM Insani. Segala cara kita rundingkan untuk kemajuan meski tanpa bantuan, hanya sebuah kesukarelawanlah kami ada untuk masyarakat dan anak-anak Sungai Keranji.
Kegiatan kami selalu terbentur oleh biaya, karena kami hanya sukarelawan yang juga tidak memiliki banyak uang, yang kami punya hanya niat, tekad dan rasa membangun SDM yang berkualitas dan cerdas. Untuk Kabupaten Kuantansingingi, nama TBM itu masih asing dikalangan instansi apalagi masyarakat, mereka tak mengenal, makanya kami terabaikan. Dan untuk pemerintahan desapun masih separuh hati, selama tiga tahun berjalan, kami selalu layangkan proposal, baru tahun ini kami diberikan tanggapan, dan sangat miris, Corona datang menjamah dengan cintanya di negeri Indonesia, itu adalah imbas terbesar untuk kami, kami butuh buku untuk bahan ajar, butuh komputer untuk menyimpan data-data, kami masih gigit jari.
Sampai saat ini masih kami gantungkan harapan antara langit dan bumi, entah sampai kapan luruh dan jatuh ke tanah. Sang motivator tak tinggal diam, seperti menyelami lautan yang luas, kami butuh sampan untuk menyeberang, berbasah-basahan, kerikil-kerikil tajam menghujam, meski pelan kami bisa melewati satu demi satu masalah yang timbul, dari lima anak yang datang hingga kini mencapai 30-50 orang setiap hari untuk les gratis yang kami adakan, apalagi di masa pandemi, anak-anak seperti hilang harapan dan semangat belajar, kami membuka TBM kembali saat pandemi mulai berangsur pergi, wajah mereka yang polos, butuh dukungan, rangkulan, ajaran karena berbulan-bulan mereka diam di rumah tanpa ada kegiatan, bahkan libur panjang pun tidak mengasikkan, tidak ada acara perpisahan dan ujian yang menegangkan.
Minmpi seakan pudar, lenyap terbawa Corona yang menghantam.
Rindu bangku sekolah, bertemu guru adalah impian yang belum bisa terwujud saat ini, kami datang untuk mereka dengan senang gembira mereka melukiskan senyum, sumringah yang polos, sungguh membuat kami terenyuh akan harapan yang mereka harapkan datang dari kami. Sungguh ini sangat luar biasa, artinya buat kami. Ada hati yang terkeping, ada harapan yang tercapik, itulah yang kami jahit kembali menyatukan harapan dan rindu akan bangku sekolah.
Bahan ajar yang kami miliki cuma ada 2 eksamplar saja, untuk anak-anak yang belajar membaca harus antri seperti pengambilan karcis, menunggu datang giliran dipanggil. Sedih! Namun kami juga tak berdaya, beginilah keadaannya, dan inilah kenyataannya. Kesiur angin Mamiri memberikan kabar dan singgah di pohon plamboyan menyuarakan bincang segelinting cakap orang-orang, bahwa semenjak ada TBM, guru-guru di sekolah sedikit terbantu dalam proses mengajar di sekolah dan nilai anak-anak pun naik dari biasanya. Inilah mimpi sang motivator walau belum terwujud semua paling tidak sudah dapat menghijaukan sebagian tanah yang tandus.
Harapan kami bagi penguasa di atas sana, lihat kami yang memperjuangkan generasi penerus, bantu kami agar tetap hidup dan bisa melahirkan anak-anak berprestasi di era digital ini. Jangan percayakan tangan anak kita pada gejet yang bisa merusak logika dan daya pikir mereka, mari kita berantas bersama, ciptakan dunia giat baca dan cinta buku untuk generasi yang lebih matang dalam berteknologi.
![]() |
Gedung TBM Insani |
![]() |
Dokumentasi Kegiatan TBM Insani |
![]() |
Dokumentasi Kegiatan TBM Insani |
![]() |
Dokumentasi Kegiatan TBM Insani |
Salut sama motivator hebat. Sukses slalu tbm insani dan kak viola
BalasHapus