Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

settia

Kisah Inspiratif Membangun Desa : Dari Hatters Menjadi Lovers


Penulis : Said Munawir
Ditulis dalam rangka mengikuti Lomba Menulis Kisah Inspiratif Perpustakaan Desa dengan tema Dari Desa Membangun Bangsa

Sore itu, sekitar jam 14.30 WIB, suasana riuh bergema di dalam Mushalla An-Nur, Desa Tutong, Kecamatan Labuhanhaji Barat, Kabupaten Aceh Selatan. Saya duduk di barisan paling depan, diatara Kepala Dusun dan Kasi Kepemerintahan. Pada hari itu diadakan Musyarawah Desa (Musdes) untuk menentukan pogram-pogram pendanaan desa, yang telah disepakati ketika Musyawarah Dusun (Musdus), artinya beberapa usulan dalam Musdus akan disepakati kembali dalam Musdes, ada usulan yang dieleminasi, ditangguhkan pendanaanya, dan ada juga yang didananai. Sebagaimana biasanya, kesepakatan itu berdasarkan musyawarah dan diskusi bersama dengan perwakilan masyarakat.

Bapak berumur 45 tahun itu bernama Abdul, suaranya yang lantang ketika memberikan pendapat, atau pun menyampaikan ide terhadap diterima atau tidaknya sebuah pogram. Jika berhadapan dengan peserta yang suaranya lebih kecil, maka pak Abdul dengan mudah menyekak usulan yang tidak berkenan dengannya. Sekretaris Desa (Sekdes) menempelkan kertas plano di dinding yang berisi usulan masyarakat ketika Musdus. “Usulan pertama, pembukaan jalan baru” kata sekdes, “Bagaimana tanggapan bapak-bapak dan ibu-ibu” tambah sekdes. Pak Abdul lansung berdiri menyampaikan idenya, “Saya kurang setuju dengan pembukaan jalan baru, jalan yang sudah adapun masih becek dan perlu diaspal, untuk apa dibuka yang baru dulu, perbaiki dan mantapkan yang sudah ada” kata pak Abdul. Beberapa pendapat dari peserta lain pun terus bermunculan, namun usulan pak Abdul yang diterima.

Satu persatu usulan diklarifikasi dan dimusyawarahkan tibalah saatnya Sekdes menempelkan plano tentang kebutuhan pustaka. Usulan itu sudah saya buat bersama dua pengurus pustaka setelah mendapat perintah dari Kepala Desa. “Usulan Perpustakaan Gampong Tutong” kata sekdes dengan suara yang bisa didengar sampai ke semua sudut ruangan. Masih dibaca judulnya belum sempat membaca jenis-jenis kebutuhan pustaka, Pak Abdul lansung angkat tangan. “Untuk apa pemberian anggaran ke pustaka, buang-buang duit, apa manfaat pustaka, siapa yang suka baca buku, yang ada ngantuk ketika membaca” kata pak Abdul dengan suara yang tinggi dan penuh persuasi yang cukup meyakinkan komplotannya untuk menerima idenya. Ruang Musdes jadi riuh dengan usulan pustaka. Pak Abdul merupakan penantang yang kuat untuk tidak mendanai pustaka, bahkan mengusulkan agar pustaka dinonkatifkan karena tidak ada manfaat dan hanya menghabiskan anggaran Desa saja. Aku hanya terdiam, kesal, kecewa yang semua itu hanya tertahan dalam hati. Untung saja Kepala Desa sebagai eksekutor pertama dalam desa berpihak pada perpustakaan dan mendukung serta mengalokasikan Rp. 10.000.000 untuk pendanaan kebutuhan pustaka. “membaca adalah jendela dunia, buku adalah sumber ilmu pengetahuan, dan pustaka memfasilitasi mayarakat Desa Tutong untuk gemar membaca” kata Kepala Desa. Beberapa peserta Musdus menyahuti tanggapan kepala desa dengan berteriak “betul!, betul! Betul!. Wajah pak Abdul kelihatan tegang, seperti tidak menerima, namun apa boleh buat, kurang pendukungnya, sebab Kepala Desa dan peserta Musdes menyutujui alokasi anggaran untuk Pustaka.

Keesokan harinya, saya dan rekan petuga pustaka sedang merapikan buku, sebab ada beberapa buku yang bertaburan di meja baca, kami letakkan kembali di rak buku dengan rapi sesuai dengan urutan. Masih ada beberapa pengunjung belum mengindahkan notifikasi untuk meletakkan kembali buku pada raknya setelah selesai dibaca, padahal notifikasi itu kami tempel disemua sudut dinding, dan dimeja membaca.

Suara knalpot becak motor terdengar begitu keras dari luar pustaka, saya menoleh lewat jendela, ternayata itu adalah suara becak Pak Abdul, saya sudah menduga bukan Pak Abdul namanya jika mengemudi becak dengan pelan-pelan, tak peduli jalan berlubang, berbatuan ataupun berlumpur, yang penting becak di gas full, maka tak heran jika becak pak Abdul cenderung untuk mengankut barang, bahkan orang tidak mau sama sekali untuk menaiki becak pak Abdul, atau boleh naik jika sudah siap dengan jantung terasa copot, belum lagi suara knalpot yang memekikkan telinga. Hari itu, Pak Abdul mengangkut beberapa meja dan kursi bekas dari kantor kepala desa untuk pustaka. Sambil meletakkan kursi dan meja kedalam pustaka, pak Abdul melirik kiri kanan, atas bawah, dan melihat beberapa rak buku dalam pustaka. Kemudian pak Abdul keluar dan duduk di bangku diteras pustaka.

Saya mengantarkan segelas air minum, meskipun tanpa diminta, kelihatan dari raut wajah pak Abdul yang kelelahan dan kehausan. Sambil minum, kami ngobrol panjang lebar, topik pembicaraan pun tidak teratur, mulai dari politik, pembangunan desa, kinerja aparat desa, masalah ekonomi, sampai dengan masalah rumah tangga. Pak Abdul mengelus-elus perut buncitnya, “Lapar” Tanya ku, “tidak” jawab pak Abdul. Kami kembali ngobrol tentang rumah tangga, walaupun saya belum berumah tangga, hitung-hitung mendengar pengalaman dengan orang yang sudah mengarungi rumah tangga, saya pun jadi pendengar yang setia dan budiman. Alhasil, rupanya pak Abdul mengeluh karena masakan istrinya yang tidak bervariasi, malahan pak Abdul sempat tanya, apakah desa tidak memberikan pelatihan memasak bagi ibu-ibu. Saya hanya tertawa kecil, “nanti kamu rasain kalau dapat istri gak jago masak” ujar pak Abdul pada ku. “saya ada ide suapaya istri bapak bisa jago masak”. “Yang benar aja kamu” sahut pak Abdul. “Tunggu sebentar pak” sambil saya masuk ke ruang pustaka dan mencari buku masakan. “Ini pak, buku masakan, disini ada banyak resep masakan mulai dari tumis kangkung sampai dengan rendang yang bisa dipelajari oleh istri bapak” kata ku sambil meberikan bukunya. Pak Abdul membolak balik lembaran buku tersebut, kalau melihat gambar menu yang menggunggah selera, pak Abdul memandangnya agak sedikit lama. “Ini bisa dipinjam” kata pak Abdul. “Bisa, tapi saya catat dulu nama bapak dan buku yang bapak pinjam” sahut ku sambil meminta KTP agar tidak salah data.

Pencatatan selesai, saya pun memberitahu tanggal pengembalian buku tersebut. Pak Abdul keliahatan bahagia sekali karena sudah memiliki buku resep, seperti menaruh harapan, istrinya akan menjadi chef andalan. “Aku minta tolong pak” kata ku. “boleh, minta tolong apa” sahut pak Abdul. “Bisakah bapak mengangkut sampah di tempat pembuangan sampah sementara dari pasar sayur desa kita” pinta ku. “Kamu ini ada-ada aja, kata pak Abdul, mau kamu apakan sampah itu” tambah pak Abdul dengan nada mengejek agak sedikit keheranan. “Aku mau mengolahnya menjadi pupuk kompos” kata ku. “Popok kompos? Apaan itu” Tanya pak Abdul lagi. “Ya udah angkut sampah itu dulu, bawa kemari, nanti aku kasih tau”. Tanpa basa basi lagi, pak Abdul menghidupkan becak motornya menuruti pintaku.

Beberapa minggu yang lalu, saya telah membuat kesepakatan dengan penjual sayur, untuk mengumpulkan sayuran yang sudah tidak laku dan beberapa bauah-buahan yang sudah mulai membusuk untuk dikumpulkan dalam tong sampah, setiap 2 hari sekali saya memungutnya. Pedagang sayurpun juga tertolong, biasanya mereka mengeluarkan uang pada tukang becak sebagai ongkos untuk membuang sampah tersebut.

Pak Abdul pun kembali ke pustaka dengan 2 tong sampah. Saya menyuruhnya untuk meletakkan dipinggir lobang yang sudah ku gali. Kemudian pupuk kompos yang sudah jadi, saya berikan beberapa kilo untuk pak Abdul. Selain berprofesi sebagai tukang becak, pak Abdul juga gemar menanam sayuran dipekarangan rumahnya.

Hari berganti hari, pak Abdul semakin sering ke pustaka, mencari buku masakan dan cara becocok tanam, bahkan pak Abdul tergolong sebagai pengunjung yang banyak meminjam buku.  Pak Abdul meminta ku untuk mengajarinya cara membuat pupuk kompos. Setelah pak Abdul bisa membuat pupuk kompos, saya pun sering tidak kebagian sampah lagi. Bahkan pak Abdul sendiri bercocok tanam dengan pupuk kompos, lebih hemat, sehat dan masyarakatpun menyukai sayurannya.

Hari itu sekitar jam 11.00 WIB, pak Abdul dengan istrinya mengunjungi pustaka. “Selamat datang bapak dan ibu ke perpustakaan Desa Tutong, silakan diisi absen dulu” kata ku. Setelah tulis nama di buku tamu, pak Abdul seperti biasa terus menuju rak buku perkebunan dan pertanian, sedangkan istrinya ke rak buku masakan untuk mencari buku cara membuat keripik dari buah-buahan. Memang dibelakang rumah pak Abdul terdepat banyak pohon pisang, selama ini hanya diolah sebagai pisang goreng. Dua minggu setelah meminjam buku, saya mendapat kabar jika istri pak Abdul telah membuat keripik pisang rasa goreng balado yang dijual warung-warung kopi, penjualan pun semakin meningkat, tidak hanya didalam desa bahkan sampai ke luar desa. Disamping itu, berbekal dengan resep masakan dari buku pustaka, istri pak Abdul juga membuat nasi bungkus dengan aneka lauk-pauk yang dujual dengan cara titip jemput.

Pak Abdul semakin hobi untuk bercocok tanam, bahkan dia beralih profesi menjadi petani sayur organik, dan juga rajin membaca buku tentang cara membudidayakan ikan Lele dan Nila. Selain mendapat ilmu dari buku, pak Abdul juga mempelajarinya dari temannya di desa sebelah, yang sudah duluan berhasil membudidyakan ikan.

Terdapat perubahan besar dalam kehdiupan keluarga pak Abdul, selain sebagai produksi keripik dari berbagai jenis buah seperti pisang, nangka, singkong dan ubi jalar, pak Abdul juga berhasil sebagai petani sayur organik. Bahkan nasi bungkus istri pak Abdul juga sangat diminati sebab menggunakan sayur organik sebagai kawan nasinya.

Pustaka Desa Tutong mempunyai koleksi buku yang tebatas, buku masakan hanya 15 eksemplar, buku tentang cara mengolah pupuk kompos hanya 3 eksemplar, buku cara bertanam sayur dan buah organic hanya 6 eksemplar, dan buku tentang budidaya ikan hanya 5 buku. Pak Abdul merasa jika ia perlu banyak membaca buku-buku tesebut, bahkan buku yang ada di pustaka semua sudah dibaca, justru ada yang sudah dibaca beberapa kali.

Menurut informasi, pak Abdul hampir setiap hari mendesak Kepala Desa agar mendanai perpustkaan dan mengalokasikan dana desa untuk membeli buku. Pak Abdul sendiri gemar mengajak warga lainnya untuk membaca. Sehingga kepala desa megatakan kepada kami sebagai pengurus pustaka, “Pak Abdul dari hatters menjadi lovers beratnya pustaka”.










BIODATA PENULIS

Nama Lengkap : Said Munawir
Tempat dan Tgl Lahir : Ujung Padang, 02 Mai 1989
Alamat Domisili : Jln. Syech H. Mudawali, Desa Tutong, Kec. Labuhanhaji Barat, Kab. Aceh Selatan, Propinsi Nanggro Aceh Darussalam
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Email : Saidmunawir24@gmail.com
Nomor Telepon (HP) : 082364556514
Pendidikan terakhir : S1 Pendidikan Bahasa Inggris

Pendidikan non formal (pelatihan/kursus) :
  • Pelatihan journalistik dan kepenyiaran oleh Combine Resource Institution (CRI) di Aceh Barat Daya, Tahun 2011; 
  • Pelatihan Nasional Journalisme Warga, penyiaran radio, dan pemandu talkshow oleh Yayasan Pekka, di Yogyakarta tahun 2013; 
  • Paralegal Hukum, Aceh Besar tahun, 2013; 
  • Rona Nusantara oleh Rumah Zakat di Desa Sampoinet Aceh Jaya, 2018
  • Pelatihan Wirausaha Sosial (Social Entrepreneur) oleh IBEKA (Institute Ekonomi Berbasis Kerakyatan) diprakarsai oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI (Kemenko PMK), Bandung, Jawa Barat tahun 2019
  • Natural Awareness Education (NAE) oleh Wanadri, Subang, Jawa Barat, 2019
  • Ruang Berbagi (RuBi) Aceh Singkil, 2019
Pengalaman Pendampingan Masyarakat :
  • Pendampingan Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) di Kabupaten Aceh Selatan;
  • Pendampingan pembuatan pupuk kompos bagi petani di desa terepencil Aceh Selatan;
  • Pendampingan Hukum (Paralegal Hukum) terhadap kekerasan perempuan dan anak di Labuhanhaji, Aceh Selatan;
  • Pengabdian dan pendampingan masyarakat di desa terpencil Kabupaten Nagan Raya, Propinsi Aceh
  • Pendampingan Wirasusaha pemuda perdesaan Aceh Selatan;
  • Kelas Inspirasi Aceh Barat Daya;
  • Pendampingan dan sosialisi hidup bersih dan sehat untuk masyarakat pedalam di desa Sampoinet Kabupaten Aceh Jaya;
  • Pendidikan Kurtilas dan Displin positif di desa terpencil Aceh Singkil.
Pengalaman Organisasi :
  • Ketua Radio Komunitas Barona FM
  • Ketua Bidang informasi dan Komunikasi IPPEMALBAR (Ikatan Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa Labuhanhaji Barat)
  • Kader Media Komunitas di Yayasan Pemberdayaan Perempuan Kepala Kelaurga (Pekka) Aceh Selatan;
  • Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Hubungan Sosial Wira Bangsa Indonesia;
  • Koordinator wilayah Aceh di Indonesia Volunteer Tourism (IndVol Tourism). 

Posting Komentar untuk "Kisah Inspiratif Membangun Desa : Dari Hatters Menjadi Lovers"