Kiat Mengelola Perpustakaan Desa di Daerah Istimewa Yogyakarta
Oleh : Alip Sudardjo
Pengamatan kami di beberapa desa para pengelola Perpustakaan desa belum menunjukkan kreativitas mereka untuk mendorong optimalisasi peran Perpustakaan, umumnya masih sekedar menerima bantuan menyediakan tempat menata buku ke dalam rak sesuai petunjuk ketika di bimtek selesai.
Langkah lebih lanjut setelah mendapat bantuan Perpustakaan desa mustinya diikuti dengan ide-ide kreatif bagaimana agar Perpustakaan desa ini bisa berfungsi dan menjadi wahana belajar bagi masyarakat sekitar yang menyenangkan dan memang dibutuhkan oleh mereka, beberapa tips untuk Perpustakaan desa antara lain;
1. Perpustakaan desa sebaiknya jam layanannya buka sampai dengan malam hari karena pengguna atau pemustakanya memiliki waktu luang setelah beraktivitas, seperti anak sekolah mereka waktu luangnya setelah pulang dari sekolah sekitar jam 13.00, sedangkan para pekerja umumnya waktu luangnya sore dan malam hari, sehingga kalau Perpustakaan hanya buka pada jam kantor maka kurang optimal.
Barangkali persoalannya adalah petugasnya bagaimana? perlu dipikirkan untuk melibatkan masyarakat sekitar agar pelayanan bisa lebih optimal sekaligus memberikan dampak positif terhadap perkembangan daerah sekitar, langkah awal dijajagi terlebih dahulu dengan mengidentifikasi remaja desa yang bersedia menjadi volunteer menjadi petugas pelayanan, kemudian seberapa banyak dibutuhkan tenaga untuk memberikan pelayanan disana dengan asumsi bahwa dalam satu hari rata-rata dikunjungi 50 – 100 pelanggan misalnya.
Kemudian pelibatan tokoh masyarakat sekitar perlu dilakukan termasuk karang tarunanya untuk bisa terlibat dalam proses pengelolaan tersebut , harapan kami petugas dari desa dapat diatur dengan shif pagi dan siang adapun segmen pagi sampai siang diprediksi banyak dikunjungi oleh anak-anak, sedangkan sore untuk aktivitas ibu-ibu PKK sedangkan malam banyak dikunjungi kalangan remaja dan dewasa, maka untuk shif sore-malam petugasnya melibatkan pemuda sekitar tentunya dengan pembekalan dan perikatan yang jelas.
2. Perpustakaan dibuat menarik, seperti misalnya dilengkapi dengan fasilitas computer atau kidsmart (perangkat seperti game zone namun aplikasinya berisi permainan yang mendidik). Sebagaimana kita ketahui bahwa jaman sekarang tidak terelakkan lagi anak-anak mengenal Teknologi Informasi sejak dini, perangkat elektronik seperti handphone, computer dan berbagai piranti elektronik lainnya sudah familier bagi anak-anak, begitu pula Informasi sangat mudah diakses melalui piranti-piranti tersebut dengan kata lain anak-anak sekarang sudah IT minded.
Oleh sebab itu maka kelengkapan computer di Perpustakaan desa diperlukan disamping untuk menarik minat pengunjung juga second information bisa didapatkan dari perangkat tersebut yang dilengkapi dengan jaringan internet. Pengamatan kami di RBM (rumah belajar modern) milik BPAD DIY dan pelayanan Perpustakaan Kabupaten Gunungkidul justru yang paling banyak diminati oleh pengguna jasa dalam hal ini anak-anak adalah perangkat computer/layanan internet dan kalau hanya sekedar buku justru kurang begitu diminati.
Selain internet dan hotspot wifi perlu dilengkapi juga koleksi Koran local dan nasional serta majalah-majalah sesuai kebutuhan mereka. Pertanyaannya kemudian tentu bagaimana hal itu bisa diujudkan sementara belum ada anggaran untuk mendukung operasionalnya.
3. Operasional Perpustakaan desa butuh dana, darimana ? Beberapa sumberdana yang dimungkinkan bisa untuk meningkatkan operasionalisasi Perpustakaan desa antara lain; bersumber dari APBDes, rencana bantuan dana ke desa berdasarkan UU Desa yang diwacanakan Rp 1 milyar/tahun seandainya 5% saja dari dana tersebut untuk operasional Perpustakaan desa barangkali sudah cukup untuk operasional, perlu juga dijajagi orang-orang sukses dari desa tersebut untuk peduli terhadap pengembangan Perpustakaan di desanya kiranya cukup banyak orang-orang desa tersebut yang sukses baik yang masih tinggal di desa maupun yang sudah merantau, sumbangan berupa financial maupun koleksi bahan pustaka perlu sebagai langkah optimalisasi Perpustakaan desa, disamping itu perlu juga diupayakan CSR dari perusahaan-perusahaan yang peduli terhadap pendidikan.
4. Perpustakaan desa bisa diintegrasikan dengan PKBM (pusat kegiatan belajar masyarakat). Pemerintah melalui dinas pendidikan mempunyai program pendidikan formal maupun non formal dan informal, pendidikan formal sebagaimana diketahui seperti jenjang SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA/SMK sedangkan pendidikan non formal seperti kejar paket A,B dan C. Kejar paket umumnya diikuti oleh orang-orang yang membutuhkan bukti otentik ijazah karena berbagai hal, seperti sudah bekerja sedang ijazahnya hilang atau memang mereka butuh ijazah karena lembaganya membutuhkan sedang mereka tak mampu menunjukkannya.
Keberadaan PKBM untuk menyelenggarakan proses belajar mengajar sesuai kebutuhan masyarakat walau kadang eksistensi PKBM ini kadang dibutuhkan oleh para pengelola untuk meraih bantuan dari pemerintah. Terlepas dari kepentingan pengelola ada satu hal yang barangkali bisa kita ambil momentumnya dikaitkan dengan pengembangan Perpustakaan desa yaitu pengelolaan Perpustakaan desa menyatu dengan PKBM, sehingga balai desa dapat multi fungsi, fungsi utamanya untuk penyelenggaraan pemerintahan sedang sisi lain bisa menjadi pusat aktivitas masyarakat termasuk didalamnya adalah kegiatan belajar mengajar yang didukung dengan Perpustakaan desa.
Demikian beberapa gagasan untuk pengembangan Perpustakaan desa yang diawali dari bantuan buku-buku dan rak dari Perpusnas dan Pemerintah DIY untuk beberapa desa, targetnya seluruh desa di DIY dapat terbantu, sehingga dapat memacu percepatan program minat baca masyarakat melalui Perpustakaan desa.
Posting Komentar untuk "Kiat Mengelola Perpustakaan Desa di Daerah Istimewa Yogyakarta"